Aceh Krisis Pemimpin?

Oleh Hasbi Armas
SEBELUM kita berbicara lebih jauh tentang krisis pemimpin, kita sepakati dulu definisi dari pemimpin. Pemimpin itu bermacam-macam level atau tingkatannya, dimulai dari pemimpin keluarga, pemimpin desa, pemimpin kecamatan, pemimpin kabupaten, dan pemimpin provinsi atau Gubernur dan juga pemimpin negara.
Barangkali banyak yang tak sependapat jika Aceh dikatakan krisis pemimpin, tetapi tidak jauh dari kebenaran bahwa Aceh kekurangan pemimpin. Indikatornya adalah mereka-mereka yang ingin mencalonkan diri menjadi pemimpin Aceh atau gubernur, tersebutlah nama dr Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf yang merupakan dua nama yang menjadi Gubernur dan wakil gubernur yang sedang berkuasa. Kendati pun baru mencalonkan diri, tetapi publik tahu kaliber atau kapasitas mereka.
Kita teringat Tgk Daud Beureueh (Ayahanda M Daud Beureueh), Muzakkir Walad dan terakhir Ibrahim Hasan. Saya juga bergaul dengan salah satu tokoh Aceh yaitu H Dimurthala yang menurut saya mempunyai kapasitas untuk menjadi pemimpin selevel gubernur.
Ibrahim Hasan kita kenal yang berhasil membebaskan rakit di kawasan pantai Barat-Selatan Aceh, dan membebaskan Banda Aceh dari banjir Krueng Aceh melalui Proyek Pengamanan dan Pengaturan Sungai Krueng Aceh (P3SA). Sementara Prof Ali Hasjmy mampu membangun Kota Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma) Darussalam, yang saat ini berdiri megah dua perguruan tinggi negeri Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry. Dan Muzakkir Walad juga telah membesarkan PT Arun dan mengelola gas alam cair.
Butuh terobosan
Sekarang pertanyaannya adalah apa yang telah dilaksanakan oleh pasangan dr Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf? Kalau hanya untuk menghabiskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) setiap tahunnya, siapa saja bisa. Tetapi yang dibutuhkan adalah terobosan-terobosan pembangunan yang menguntungkan rakyat Aceh. Misalnya adalah mengatasi krisis energi listrik supaya arus listrik tidak padam lagi atau selalu padam mendadak.

Terkait soal energi listrik, mungkin jalan keluarnya adalah dengan menyiapkan pembangkit listrik tenaga air dengan kapasitas 700 MW, tentu saja ini membutuhkan dana investasi sebesar 700 x Rp 10 miliar yaitu Rp 7 triliun. Tetapi hasilnya adalah semua industri akan berkembang dan arus listrik terus menyala. Dan sejarah akan mencatat bahwa Gubernur Aceh berhasil mengatasi krisis energi, yang pada gilirannya dapat menyejahterakan rakyat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teknik komunikasi

Politik di arab